Ijma Menurut Bahasa Adalah: Memahami Kesepakatan Ulama dalam Islam

Halo Sobat! Selamat datang di theearthkitchen.ca! Kali ini, kita akan mengupas tuntas salah satu konsep penting dalam hukum Islam, yaitu Ijma. Mungkin istilah ini terdengar sedikit asing bagi sebagian orang, tapi jangan khawatir, kita akan membahasnya dengan bahasa yang santai dan mudah dipahami.

Ijma merupakan salah satu sumber hukum Islam selain Al-Qur’an, Hadits, dan Qiyas. Ia memegang peranan penting dalam menetapkan hukum-hukum yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Dengan memahami Ijma, kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana hukum Islam diterapkan dan ditafsirkan.

Jadi, mari kita selami lebih dalam apa sebenarnya Ijma itu. Kita akan mulai dari pengertiannya secara bahasa, lalu merambah ke definisinya secara istilah, syarat-syaratnya, hingga contoh-contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Siap? Yuk, kita mulai!

Membedah Arti: Ijma Menurut Bahasa Adalah Apa Sih?

Secara sederhana, Ijma menurut bahasa adalah kesepakatan atau konsensus. Kata "Ijma" berasal dari bahasa Arab, yaitu أَجْمَعَ (ajma’a) yang berarti sepakat atau berkumpul untuk menyetujui sesuatu. Jadi, ketika kita berbicara tentang Ijma secara bahasa, kita berbicara tentang adanya persetujuan, kesepahaman, atau konsensus dari sejumlah orang terhadap suatu hal.

Dalam konteks yang lebih luas, Ijma bisa terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, bukan hanya dalam bidang agama. Misalnya, dalam rapat organisasi, ketika semua anggota sepakat untuk mengambil keputusan tertentu, itu juga bisa disebut sebagai Ijma dalam arti bahasa.

Namun, perlu diingat bahwa ketika kita berbicara tentang Ijma dalam konteks hukum Islam, pengertiannya menjadi lebih spesifik dan terikat dengan syarat-syarat tertentu. Ijma yang menjadi sumber hukum adalah Ijma yang dilakukan oleh para ulama mujtahid, yaitu ulama yang memiliki kemampuan untuk melakukan ijtihad atau penggalian hukum.

Ijma Menurut Istilah: Definisi yang Lebih Mendalam

Setelah memahami Ijma menurut bahasa adalah kesepakatan, mari kita bedah definisinya secara istilah. Dalam terminologi hukum Islam, Ijma didefinisikan sebagai:

"Kesepakatan seluruh mujtahid dari umat Muhammad SAW setelah wafatnya Rasulullah SAW atas hukum syara’ (hukum agama) pada suatu masa."

Definisi ini mengandung beberapa poin penting yang perlu kita garis bawahi:

  • Kesepakatan seluruh mujtahid: Ijma hanya sah jika disepakati oleh seluruh mujtahid pada suatu masa. Jika ada satu saja mujtahid yang berbeda pendapat, maka tidak bisa disebut Ijma.
  • Dari umat Muhammad SAW: Ijma hanya berlaku bagi umat Islam. Kesepakatan dari agama lain tidak termasuk dalam kategori Ijma.
  • Setelah wafatnya Rasulullah SAW: Ijma baru bisa dilakukan setelah Rasulullah SAW wafat, karena pada masa hidup beliau, segala permasalahan bisa langsung ditanyakan kepada beliau.
  • Atas hukum syara’: Ijma hanya berlaku untuk menetapkan hukum-hukum syara’ (hukum agama), seperti hukum shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain.
  • Pada suatu masa: Ijma harus terjadi pada suatu masa tertentu. Artinya, kesepakatan yang terjadi di masa lalu tidak bisa serta merta dianggap sebagai Ijma yang berlaku saat ini.

Dengan definisi ini, kita bisa memahami bahwa Ijma bukanlah sekadar kesepakatan biasa, melainkan kesepakatan yang memiliki landasan dan syarat-syarat yang ketat dalam hukum Islam.

Syarat-Syarat Sahnya Ijma: Lebih Detail

Supaya suatu kesepakatan bisa dianggap sebagai Ijma yang sah dan menjadi sumber hukum, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

  1. Adanya Mujtahid: Harus ada sejumlah mujtahid yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad.
  2. Kesepakatan Seluruh Mujtahid: Semua mujtahid pada masa itu harus sepakat terhadap suatu hukum. Jika ada perbedaan pendapat, tidak bisa dianggap Ijma.
  3. Kesepakatan yang Jelas: Kesepakatan harus dinyatakan secara jelas, baik secara lisan maupun tulisan.
  4. Kesepakatan Setelah Pendapat Masing-masing Dikemukakan: Para mujtahid harus mengemukakan pendapat masing-masing terlebih dahulu, baru kemudian mencapai kesepakatan.
  5. Dasar Kesepakatan yang Kuat: Kesepakatan harus didasarkan pada dalil-dalil syar’i yang kuat, seperti Al-Qur’an, Hadits, atau Qiyas.

Jenis-Jenis Ijma: Ragam Kesepakatan Ulama

Ijma tidak hanya satu jenis. Para ulama membagi Ijma menjadi beberapa jenis berdasarkan berbagai kriteria:

Ijma Sharih (Ijma Qath’i): Kesepakatan yang Tegas

Ijma Sharih adalah jenis Ijma yang paling kuat dan tidak diragukan lagi keabsahannya. Dalam Ijma Sharih, seluruh mujtahid menyatakan pendapatnya secara jelas dan tegas tentang suatu hukum. Tidak ada keraguan atau perbedaan pendapat sama sekali. Contohnya, kesepakatan ulama tentang wajibnya shalat lima waktu.

Ijma Sukuti (Ijma Dzanni): Kesepakatan yang Diam-Diam

Ijma Sukuti terjadi ketika sebagian mujtahid menyatakan pendapatnya tentang suatu hukum, sedangkan mujtahid lainnya diam dan tidak memberikan komentar. Jika diamnya mujtahid tersebut menunjukkan persetujuan, maka hal itu bisa dianggap sebagai Ijma Sukuti. Namun, Ijma Sukuti lebih lemah dari Ijma Sharih karena adanya unsur ketidakpastian.

Ijma Qauli: Kesepakatan Melalui Perkataan

Ijma Qauli adalah jenis Ijma di mana kesepakatan dinyatakan secara lisan atau tertulis.

Ijma Fi’li: Kesepakatan Melalui Perbuatan

Ijma Fi’li adalah jenis Ijma di mana kesepakatan ditunjukkan melalui perbuatan.

Ijma Ummat: Kesepakatan Umum

Ijma Ummat adalah kesepakatan seluruh umat.

Ijma Khulafaur Rasyidin: Kesepakatan Khulafaur Rasyidin

Ijma Khulafaur Rasyidin adalah kesepakatan para Khalifah Rasyidin.

Contoh Penerapan Ijma dalam Kehidupan Sehari-hari

Mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya Ijma ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Berikut beberapa contohnya:

  • Wajibnya Shalat Lima Waktu: Meskipun Al-Qur’an dan Hadits menyebutkan tentang shalat, tidak secara eksplisit disebutkan waktu dan jumlah rakaatnya. Ijma ulama telah menetapkan bahwa shalat lima waktu adalah wajib dengan waktu dan jumlah rakaat yang telah kita ketahui.
  • Haramnya Riba: Al-Qur’an secara tegas melarang riba. Namun, definisi riba yang lebih rinci dan penerapannya dalam transaksi keuangan modern ditetapkan melalui Ijma ulama.
  • Zakat Fitrah: Kewajiban membayar zakat fitrah juga merupakan hasil Ijma ulama berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits.

Tabel Rincian Jenis-Jenis Ijma

Jenis Ijma Definisi Tingkat Kekuatan Contoh
Ijma Sharih Kesepakatan seluruh mujtahid yang dinyatakan secara jelas dan tegas. Sangat Kuat Wajibnya shalat lima waktu
Ijma Sukuti Sebagian mujtahid menyatakan pendapat, sebagian lain diam dan dianggap menyetujui. Lemah Beberapa hukum yang berkaitan dengan muamalah (jual beli, sewa)
Ijma Qauli Kesepakatan Melalui Perkataan Kuat Kewajiban Menunaikan Zakat
Ijma Fi’li Kesepakatan Melalui Perbuatan Cukup Kuat Berqurban pada hari Idul Adha
Ijma Ummat Kesepakatan Umum Kuat larangan membunuh sesama muslim
Ijma Khulafaur Rasyidin Kesepakatan para Khalifah Rasyidin Kuat pembukuan Al-quran

FAQ: Pertanyaan Seputar Ijma Menurut Bahasa Adalah

Berikut adalah beberapa pertanyaan umum yang sering diajukan tentang Ijma menurut bahasa adalah dan definisinya dalam Islam:

  1. Apa itu Ijma? Ijma adalah kesepakatan seluruh mujtahid umat Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW atas hukum syara’ pada suatu masa.
  2. Apa arti Ijma menurut bahasa? Ijma menurut bahasa adalah kesepakatan atau konsensus.
  3. Siapa yang berhak melakukan Ijma? Para mujtahid, yaitu ulama yang memiliki kemampuan untuk melakukan ijtihad.
  4. Kapan Ijma bisa dilakukan? Setelah wafatnya Rasulullah SAW.
  5. Mengapa Ijma penting dalam Islam? Karena Ijma merupakan salah satu sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits.
  6. Apa saja syarat-syarat sahnya Ijma? Ada beberapa syarat, di antaranya adanya mujtahid, kesepakatan seluruh mujtahid, kesepakatan yang jelas, dan dasar kesepakatan yang kuat.
  7. Apa perbedaan antara Ijma Sharih dan Ijma Sukuti? Ijma Sharih adalah kesepakatan yang tegas, sedangkan Ijma Sukuti adalah kesepakatan yang diam-diam.
  8. Bisakah Ijma berubah seiring waktu? Tidak, Ijma yang sudah disepakati tidak bisa berubah.
  9. Apakah Ijma masih relevan di zaman sekarang? Ya, Ijma masih relevan sebagai salah satu sumber hukum Islam.
  10. Bagaimana cara mengetahui adanya Ijma dalam suatu masalah? Dengan mempelajari kitab-kitab fiqih yang ditulis oleh para ulama.
  11. Apa contoh Ijma dalam kehidupan sehari-hari? Wajibnya shalat lima waktu, haramnya riba, dan kewajiban membayar zakat fitrah.
  12. Apakah semua ulama harus setuju agar bisa disebut Ijma? Iya, semua mujtahid pada suatu masa harus sepakat.
  13. Apakah Ijma bisa bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits? Tidak, Ijma tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

Kesimpulan

Nah, Sobat, itulah tadi pembahasan tentang Ijma menurut bahasa adalah dan definisinya dalam Islam. Semoga artikel ini bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konsep Ijma dan perannya dalam hukum Islam. Jangan ragu untuk kembali mengunjungi theearthkitchen.ca untuk mendapatkan informasi menarik lainnya seputar agama dan kehidupan sehari-hari. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!